Mozaik Peradaban Islam

Kisah Nabi Nuh (6): Doa Nabi Nuh

in Studi Islam

Last updated on August 27th, 2019 02:38 pm

Nuh menjadi rasul selama 950 tahun, hingga Allah mengatakan padanya, sudah tidak ada harapan bagi umatnya untuk beriman. Nuh lalu berdoa, “Janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan.”

Foto Ilustrasi: Flickr/Mrehan

Quraish Shihab menyatakan, Nabi Nuh adalah nabi yang paling lama menghadapi gangguan dari kaumnya.[1] Sebuah ayat dalam Alquran menyatakan, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun….” (Q.S 29: 14).

Terkait ayat di atas, Ibnu Abbas mengelaborasinya, “Allah mengirim Nuh kepada mereka ketika dia berusia 480 tahun. Dia kemudian menyeru mereka (kepada Allah) dalam masa kenabiannya selama 120 tahun. Ketika dia berusia 600 tahun, dia membuat bahtera. Dia hidup sesudahnya selama 350 tahun.”[2]

Namun ulama tafsir lainnya, banyak yang tidak sependapat dengan penjelasan Ibnu Abbas. Berdasarkan ayat di atas, al-Tabari, Ibnu Katsir, as-Suyuti, dan dari dalam negeri, Quraish Shihab, menyatakan bahwa masa kenabian Nabi Nuh adalah 950 tahun, bukan selama 120 tahun sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Abbas.

Al-Tabari berkata, “Seperti yang Allah katakan, Nuh tinggal di antara mereka 950 tahun, menyeru mereka kepada Allah secara diam-diam dan terbuka. Dari generasi ke generasi berlalu, dan mereka tidak menanggapinya, sampai tiga generasi telah berlalu dengan dia dan mereka berada dalam kondisi seperti itu.”[3]

Demikianlah, Nuh terus menyeru umatnya untuk beriman kepada Allah selama 950 tahun. Ketika generasi baru dilahirkan, maka generasi sebelumnya akan mendidik mereka agar tidak mempercayai Nuh dan melakukan perlawanan kepadanya. Setiap orang tua akan mengajarkan kepada anaknya tentang perseteruan yang terjadi di antara mereka dan Nuh. Dan sejak kecil, mereka dipupuk pikirannya untuk menolak seruan Nuh mana kala mereka mencapai usia dewasa nanti.

Karena ditanamkan sedari kecil, maka mereka menganggap bahwa penolakan terhadap keyakinan dan kebenaran yang disampaikan oleh Nabi Nuh adalah sebuah sikap yang alamiah dan wajar-wajar saja. Seiring berjalannya waktu, Nuh menyadari, bahwa orang yang beriman tidak bertambah, sebaliknya, kaum penyembah berhala malah semakin bertambah banyak. Nuh bersedih melihat bangsanya, namun dia tidak pernah merasa putus asa.[4]

Kaum Nabi Nuh yang dinasihati dengan aneka nasihat itu tetap tidak bergeming untuk menyambut ajakannya, maka setelah sekian lama beliau berdakwah tanpa hasil yang memadai, Nuh berkata: “Tuhanku! Sesungguhnya mereka, yakni hampir semua yang kuajak telah mendurhakaiku, karena mereka enggan beriman dan memohon ampunan-Mu, dan mereka telah bersungguh-sungguh mengikuti para pemuka mereka yang harta dan anak-anaknya yang demikian banyak, yang mana tidak menambah kepadanya di akhirat nanti melainkan kerugian belaka.

“Sungguh aku telah mengajak mereka semua kepada keimanan tetapi mereka enggan, sedang para pemuka masyarakat itu mengajak kepada kekufuran, lalu itulah yang mereka terima, dan mereka, yakni pemuka-pemuka itu, melakukan tipu daya yang amat sangat besar untuk menghalang-halangiku menyampaikan dakwah.

“Dan para pemuka itu, dalam upaya menggagalkan ajakanku, berkata: ‘Jangan sekali-kali dan dalam keadaan apapun kamu meninggalkan penyembahan tuhan-tuhan kamu,’ dan untuk menegaskan larangan itu mereka menyebut satu demi satu tuhan-tuhan yang mereka sembah sambil mengulangi kalimat larangan yang tegas yakni, ‘Jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan penyembahan Wadd, dan jangan pula Suwwa, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr.’

“Dan sungguh mereka dengan menggunakan berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak manusia serta menyimpangkan mereka dari fitrah kesucian mereka. Wahai Tuhan, janganlah engkau tambahkan bagi para pendurhaka itu kecuali kerugian dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang telah mendarah daging kezalimannya selain kesesatan, adapun orang-orang yang melakukan kezaliman tetapi masih ada kemungkinan untuk sadar, maka semoga engkau menyadarkan dan mengampuninya.”[5]

Hingga datanglah suatu hari ketika Allah memberi tahu Nuh, bahwa di antara umatnya, tidak akan ada lagi bertambah orang yang beriman. Allah juga memberitahunya supaya dia tidak bersedih karena hal itu.[6] Allah kemudian memberitahunya bahwa mereka akan ditenggelamkan oleh taufan dan banjir besar yang dikirim Allah, namun itu bukan karena doa Nuh, melainkan karena dosa-dosa mereka.[7]

Permasalahan ini telah usai, Allah telah memutuskan, bahwa umat Nuh akan dibinasakan. Lalu Nuh, setelah yakin bahwa sudah tidak harapan lagi bagi umatnya untuk bertobat, dia berdoa, “Tuhan — Pemelihara dan Pembimbingku dan yang selama ini selalu berbuat baik kepadaku, janganlah Engkau biarkan di atas permukaan bumi ini – di antara orang-orang kafir yang mantap kekufurannya seorang manusia pun yang bergerak dan lalu lalang, yakni binasakanlah semua manusia yang kafir.

“Sesungguhnya jika Engkau wahai Tuhanku membiarkan mereka tinggal hidup di bumi ini dalam keadaan kafir niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu yang taat atau yang berdosa tetapi mulai sadar dan ingin bertaubat. Dan mereka, jika Engkau bicarakan tinggal hidup di dunia tidak akan melahirkan anak keturunan selain anak-anak yang akan mereka didik meneladani mereka, sehingga anak-anak mereka pun setelah mereka dewasa akan menjadi manusia fajir, yakni orang yang selalu berbuat maksiat lagi sangat kafir, yakni selalu menutupi kebenaran dan durhaka kepada Allah.”[8]

Lalu Nuh berdoa untuk dirinya, keluarganya, dan orang-orang Mukmin, “Tuhanku! Ampunilah aku, dan kedua ibu bapakku atau kedua anakku yang beriman, serta orang yang masuk ke rumahku dalam keadaan mukmin, karena tiada tamu yang masuk ke rumah kecuali membawa rezeki dan yang keluar membawa pengampunan bagi tuan rumah.

“Dan ampuni juga orang-orang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan dan janganlah Engkau tambahkan buat mereka kecuali kebahagiaan, dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang zalim yang telah mendarah daging kezalimannya selain kebinasaan.”[9]

Menurut Ibnu Katsir, doa-doa Nabi Nuh yang terakhir ini diterima, lalu Allah memberi perintah kepada Nuh, sebagaimana terekam di dalam Alquran,[10] “Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang zalim itu; sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan.” (Q.S 11: 37). (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Tafsir Alquran Surat Al-‘Ankabut Ayat 14, lihat Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Vol 10 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 457.

[2] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 1, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Franz Rosenthal (State University of New York Press: New York, 1989), hlm 355.

[3] Ibid.

[4] Ibnu Katsir, Qisas Al-Anbiya, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Muhammad Mustapha Geme’ah (Darussalam: Riyadh, e-book version), Chapter 3, Prophet Nuh (Noah).

[5] Tafsir Alquran Surat Nuh Ayat 21-24, lihat Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Vol 14 (Jakarta : Lentera Hati, 2002), hlm 470-471.

[6] Ibnu Katsir, Loc.Cit.

[7] Tafsir Alquran Surat Nuh Ayat 25, lihat Quraish Shihab, Op.Cit., hlm 473.

[8] Tafsir Alquran Surat Nuh Ayat 25-26, Ibid., hlm 475.

[9] Tafsir Alquran Surat Nuh Ayat 27-28, Ibid., hlm 475-477.

[10] Ibnu Katsir, Loc.Cit.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*