“Abu Dzar bertanya kepada Rasulullah siapa yang pertama dari mereka (para nabi), Nabi menjawab: ‘Adam.’ Abu Dzar bertanya kembali, apakah Adam adalah seorang nabi yang dikirim sebagai rasul. Nabi menjawab: ‘Ya.’”
–O–
Selain memberikan otoritas kerajaan dan pemerintahan Adam di muka bumi, Allah SWT menjadikannya seorang nabi dan rasul bagi anak-anaknya. Dia memberikan kepada Adam dua puluh satu shahifah (kitab). Adam diajarkan oleh Jibril dan menuliskannya dengan tangannya sendiri.
Diriwayatkan oleh Abu Dzar al-Ghifari:
“Aku memasuki masjid dan menemukan Rasulullah sedang duduk di sana sendirian. Ketika aku bergabung dengannya, dia berkata kepadaku: ‘Abu Dzar, ada salam untuk sebuah masjid. Ini terdiri dari shalat dua rakaat. Jadi, berdiri dan lakukanlah!’ Ketika aku selesai melakukannya, aku duduk bersamanya dan berkata: ‘Ya Rasulullah! Engkau telah memerintahkan aku untuk shalat. Tetapi apakah shalat itu?’ Dia menjawab: ‘Yang terbaik dari ajaran ini, baik itu banyak ataupun sedikit.’
(Abu Dzar kemudian membicarakan banyak hal dengan Rasulullah, salah satunya adalah tentang nabi-nabi)
“Aku bertanya kepada Rasulullah berapa banyak nabi yang ada. Dia menjawab: ‘124.000.’ Aku bertanya kepadanya berapa banyak dari mereka yang rasul. Dia menjawab: ‘313, jumlah yang besar (jamman ghafiran – maksudnya adalah banyak yang baik).’
“Aku bertanya kepada Rasulullah siapa yang pertama dari mereka, dan dia menjawab: ‘Adam.’ Aku bertanya kepadanya apakah Adam adalah seorang nabi yang dikirim sebagai rasul. Dia menjawab: ‘Ya, Allah SWT menciptakan dia dengan tangan-Nya sendiri dan meniupkan sebagian roh-Nya ke dalam dia. Kemudian Dia segera menjadikannya dalam bentuk yang sempurna.’”[1]
Dalam riwayat lainnya, Abu Dzar meriwayatkan:
“Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah! Apakah Adam seorang nabi?’ Dia menjawab: ‘Ya dia (seorang nabi), dan Allah SWT berbicara kepadanya (secara) tatap muka.’”
Di antara hal-hal yang diriwayatkan tentang perintah Allah SWT kepada Adam adalah larangan untuk memakan binatang buas, darah, dan babi. Dia juga mengajarkan kepadanya huruf abjad dalam 21 lembar daun.
Nabi Syits
Ketika 130 tahun kehidupan Adam telah berlalu, dan lima tahun setelah Qabil membunuh Habil, Hawa melahirkan putra Adam lainnya yang bernama Syits. Para Ahli Kitab Taurat telah menyebutkan bahwa Syits dilahirkan tanpa saudara kembar. Mereka mengatakan bawah Syits adalah “Hadiah dari Allah,” yang maksudnya adalah dia merupakan pengganti Habil.
Sementara itu, dalam sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, Syits dikatakan memiliki saudara kembar:
“Hawa melahirkan (putra) Adam, Syits dan saudara perempuannya Azurah. Dia dipanggil ‘Hadiah dari Allah,’ (sebuah nama) yang berasal dari Habil. Ketika Hawa melahirkannya, Jibril berkata kepadanya: ‘Ini adalah pemberian Allah untuk menggantikan Habil.’ (Nama Syits) adalah Syits dalam bahasa Arab, Shath dalam bahasa Syriac, dan Shith dalam bahasa Ibrani. Dia adalah pewaris Adam. Pada hari Syits dilahirkan untuknya, Adam sudah berusia 130 tahun.”
Diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishaq:
“Diriwayatkan – Wallahu a’lam! – ketika Adam hampir wafat, dia memanggil putranya Syits dan menunjuknya untuk menjadi pewarisnya. Dia mengajarinya jam malam dan siang dan menunjukkan kepadanya bagaimana para makhluk harus beribadah di setiap jamnya. Dia memberitahukannya bahwa dalam setiap jamnya terdapat makhluk yang dikhususkan beribadah di dalamnya.
“Kemudian dia berkata kepadanya: ‘Anakku, air bah akan berada di bumi dan bertahan selama tujuh tahun.’ Dia menuliskan surat wasiat untuknya. Syits diriwayatkan merupakan pewaris ayahnya, Adam, jadi setelah kematian Adam, kepemimpinan politik jatuh padanya. Menurut sebuah tradisi kewenangan Rasulullah, Allah SWT memberikan 50 shahifah (kitab) kepada Syits.”
Diriwayatkan oleh Abu Dzar al-Ghifari:
“Aku berkata: ‘Wahai Rasulullah! Berapa banyak kitab yang Allah SWT berikan?’ Dia menjawab: ‘104. Allah SWT memberikan 50 shahifah kepada Syits.’”
Menurut al-Tabari, seluruh anak-anak Adam hari ini silsilahnya kembali kepada Syits. Itu karena seluruh keturunan anak Adam lainnya, kecuali dari jalur Syits, telah lenyap sepenuhnya, dan tidak satu pun dari mereka yang tersisa. Dengan demikian, silsilah semua manusia hari ini kembali kepada Syits.
Selanjutnya Syits diriwayatkan tinggal di Mekah, melakukan ziarah (haji) dan ziarah yang lebih rendah (umrah) sampai dia meninggal. Dia melengkapi shahifah (kitab) – dari Adam – yang diwahyukan oleh Allah kepadanya dan bertindak sesuai dengan isinya. Dia kemudian membangun Kabah dengan batu dan tanah liat.
Diriwayatkan oleh Muhammad bin Ishaq:
“Putra Adam, Syits, menikahi saudara perempuannya, anak perempuan Adam, Hazurah. Dia melahirkan putranya, Yanish (atau disebut Enosh dalam Taurat), dan putrinya, Na’mah. Syits berusia 105 tahun saat itu. Setelah kelahiran Yanish, dia hidup sampai 807 tahun lagi.” (PH)
Bersambung ke:
Sebelumnya:
Kisah Tentang Adam (15): Hubungan Iblis dengan Anak-anak Adam
Catatan:
Seluruh artikel ini merupakan penceritaan ulang dari buku Al-Ṭabari, Taʾrīkh al-Rusūl wa al-Mulūk: Volume 1, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Franz Rosenthal (State University of New York Press: New York, 1989), hlm 322-325 dan 335-336. Adapun informasi lainnya dicantumkan dalam catatan kaki.
Catatan Kaki:
[1] Hadist ini dipertimbangkan sebagai penjelasan dari Q.S Asy-Syura Ayat 51 yang berbunyi: “Dan tidak mungkin bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.”