Mozaik Peradaban Islam

Kitab Al-Luma’ fi At-Tashawwuf Karya Abu Nasr as-Sarraj (15): Bab 51, Tafsir Alquran Kaum Sufi

in Pustaka

Last updated on September 9th, 2019 11:55 am

Allah akan mewariskan ilmu yang sebelumnya tidak mereka keta­hui, yakni yang Allah bukakan untuk orang-orang pilihan-Nya.

Foto Ilustrasi: Almutawakel/Deviant Art

Bab 51:

Bagaimana Kaum Sufi Mengambil Penafsiran yang Tepat dalam Memahami Alquran, Hadis dan Sumber-sumber lain serta pelbagai Metode Tafsir mereka

Syaikh [Abu Nashir Al-Sarraj] berkata, sebagai jawaban atas pertanyaan makna ‘penafsiran mendalam’ (deeper interpretations), bahwa istilah tersebut merujuk pada apa  yang diturunkan oleh para pakar yang menghampiri Realitas Mutlak dari sisi lahiriah dan batin kitab Allah Azza wa Jalla, sisi lahiriah dan batin dalam mengikuti Rasulullah Saw. dan pengamalan semua itu secara lahiriah dan batin.

Karena itu, ketika mereka mengamalkan ilmu yang telah mereka ketahui, Allah akan “mewariskan ilmu yang sebelumnya tidak mereka keta­hui.” Yakni, ilmu isyarat dan ilmu-ilmu hasil pengamalan yang Allah bukakan untuk orang-orang pilihan-Nya tentang makna-makna yang terpendam dan rahasia-rahasia kelembutan yang tersimpan.

Allah juga akan singkapkan kepada mereka ilmu-ilmu yang sangat langka serta hikmah-hikmah tentang makna yang terkandung dalam Alquran dan Hadis Rasulullah Saw. dari sudut pandang berbagai kondisi spiritual, waktu pengalaman spiritual, dan kejernihan zikir mereka. Allah Swt. berfirman, Maka apakah mereka tidak merenungkan Alquran ataukah hati mereka terkunci? (QS. Muhammad [47]: 24).

Rasulullah Saw. juga bersabda, “Bagi mereka yang beramal menurut apa yang mereka ketahui, Allah Taala mewariskan suatu ilmu yang belum mereka ketahui.”Yang dimaksud ilmu di sini ialah ilmu yang tidak diketahui ahli-ahli ilmu lain. Kunci pada hati mereka adalah karat yang melekat dalam hati karena banyaknya dosa, mengikuti hawa nafsu, cinta dunia, lalai akan Allah yang berkepanjangan, keinginan yang kuat untuk memiliki, cinta kenyamanan, gemar akan pujian, dan bentuk-bentuk kelalaian, ketergelinciran dan pengkhianatan yang lain.

Sebagai hasil taubat yang tulus dan penyesalan dosa, Allah menyingkapkan hijab-hijab tersebut dari hati, kunci-kunci pada hati terbuka dan karunia-karunia yang melimpah turun dari alam gaib. Kemudian Dia akan mengungkapkan tambahan dan manfaat dari hal-hal yang gaib itu lewat penerjemahnya, yang tak lain adalah lisan yang mampu mengungkapkan hikmah-hikmah yang unik dan ilmu yang langka tersebut.

Jika mereka telah menjelaskan hal ini, maka para penuntut ilmu dan orang-orang yang bermaksud mencari jalan Tuhan akan menemukan mutiara-mutiara itu dengan telinga yang penuh kesadaran dan hati  yang berkonsentrasi penuh. Akhirnya mereka mampu hidup bersemangat dan mengambil bukti dan manfaat darinya, dan merasakan suatu kehidupan baru.

Allah Swt. berfirman, Apakah mereka tidak merenungkan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di di dalamnya.  (QS. An-Nisa’ [4]: 82). Allah tengah menunjukkan bahwa dengan perenungan terhadap Alquran, mereka sampai pada penafsiran yang mendalam. Sebab, andaikan kitab ini bukan dari Allah niscaya di dalamnya akan banyak ditemukan kontradiksi.

Maka dalam ayat selanjutnya Allah berfirman, Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (rasul dan ulil amri). (QS. Al-Nisâ’ [4]: 83).

Di sini Allah merujuk pada kaum ulama dan ungkapan “ulil amri” di sini artinya “ahli ilmu”. Allah menjelaskan perbedaan yang tepat antara ahli ilmu secara umum dan ahli makrifat yang sampai pada suatu penafsiran mendalam.

Hadis Nabi menceritakan sebuah riwayat bahwa seseorang datang pada Rasulullah Saw. dan berkata, “Wahai Rasulullah, ajarkan kepadaku keajaiban ilmu.” Beliau menjawab, “Apa yang telah engkau pelajari dari pokok-pokok ilmu? Kuasailah pendahuluan ilmu, lalu datanglah kembali agar bisa kuajarkan untukmu keajaiban ilmu”—inilah ucapan Nabi yang disampaikan di tempat lain juga.

Ahli fiqih dan sarjana agama lain di kota-kota penting di setiap zaman telah melakukan penafsiran mendalam yang terkenal terhadap ayat-ayat Alquran dan riwayat-riwayat masyhur. Beragam penafsiran ini telah berkembang sebagai jawaban atas persoalan yang diperdebatkan di tengah-tengah para sarjana tersebut.

Salah satunya merujuk pada hadis berikut. Rasulullah Saw berkata, “Amal berdasarkan niat, dan setiap orang bertanggung jawab pada apa yang dia niatkan. Barangsiapa berhijrah[1]menuju Allah dan Rasul-Nya akan masuk melalui tiga pintu ilmu.” Dan ini hanya dapat dilintasi melalui penafsiran mendalam.

Demikian pula, semua argumen rasional dari para penentang teologi spekulatif merupakan tafsiran-tafsiran yang mendalam. Mereka yang berkecimpung di bidang itu menganggap semua itu baik dan dapat diterima karena tujuannya adalah kemenangan untuk kebenaran dan kekalahan atas kebatilan.

Lebih baik dari itu adalah tafsiran-tafsiran mendalam dari kelompok ilmuwan yang berdasarkan ilmu, berdasarkan pengalaman Realitas Mutlak, keikhlasan dalam tindak-tanduk perjuangan spiritual, praktik zuhud, dan amal-amal saleh. Inilah orang-orang yang tengah berusaha mendekati Allah Taala dengan segala cara kepasrahan. Merekalah kalangan ahli hakikat. (MK)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Secara harfiah, “berhijrah” adalah mengikuti contoh Nabi Muhammad SAW ketika beliau pergi dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 dan mempercayakan segala sesuatunya kepada Allah SWT.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*