Mozaik Peradaban Islam

Naser-e Khosraw (13): Lahsa (1)

in Tokoh

Last updated on November 12th, 2019 07:12 am

Penguasa kota ini adalah seorang sharif. Mereka tidak salat maupun berpuasa, tetapi mereka percaya kepada Muhammad dan misinya. Orang-orang ini pernah mengambil Hajar Aswad dan membawanya ke tanah mereka.

Lahsa pada masa kini. Foto: Robert Yarnall Richie

Untuk mencapai kota Lahsa dari arah mana pun, engkau harus melintasi hamparan padang pasir yang luas. Kota Muslim terdekat ke Lahsa yang memiliki penguasa adalah Basra, dan jaraknya seratus lima puluh parasang[1] (sekitar 850 km-pen). Namun, tidak pernah ada penguasa Basra yang mencoba menyerang Lahsa.

(Lahsa [al-Hasa] diketahui sebagai wilayah oasis yang kini berada di provinsi timur Arab Saudi. Terletak di antara Najd dan Teluk Persia, Lahsa sudah dikenal pada abad pertengahan sebagai tempat pemberhentian karavan. Secara umum, nama al-Hasa (atau al-Ahsa) sering digunakan untuk wilayah pesisir Timur.

Pemukiman paling penting dari Lahsa yang diketahui dalam sejarah modern adalah al-Hufuf dan al-Mubarraz. Lahsa telah menjadi salah satu daerah pertanian terbesar di Semenanjung Arab, dengan lebih dari dua belas ribu hektar yang ditanami dan menjadi basis kekuatan ekonomi, terutama pada sektor perkebunan kurma-pen.)[2]

Seluruh bagian kotanya jauh dari pedesaan dan tanahnya dikelilingi oleh empat dinding konsentris yang kuat, yang terbuat dari batu bata lumpur yang diperkuat. Jarak antara tembok-tembok ini adalah sekitar satu parasang (sekitar 5,5 km-pen), dan ada sumur besar di dalam kota, masing-masing sekitar seukuran lima batu giling.

Semua air di distrik ini habis dipakai, sehingga tidak ada yang mengalir keluar dari dinding (kota). Sebuah kota yang benar-benar indah terletak di dalam benteng-benteng ini, dengan semua fasilitas kota besar, dan ada lebih dari dua puluh ribu tentara.

Mereka mengatakan bahwa penguasa (Lahsa) adalah seorang sharif[3] yang mencegah penduduknya untuk mempraktikkan Islam dan membebaskan mereka dari kewajiban salat dan puasa dengan mengklaim bahwa dia adalah (pemilik) otoritas tertinggi dalam hal-hal seperti itu.

Namanya adalah Abu Said dan ketika engkau bertanya kepada warga kota apa mazhab yang mereka anut, mereka mengatakan bahwa mereka adalah Busaidis. Mereka tidak salat maupun berpuasa, tetapi mereka percaya kepada Muhammad dan misinya.

Abu Said pernah mengatakan kepada mereka bahwa dia akan datang kembali kepada mereka setelah kematiannya, dan makamnya, tempat suci yang terpelihara, terletak di dalam kota. Dia memerintahkan bahwa enam putra (spiritual)nya harus menjaga pemerintahannya dengan keadilan dan kesetaraan dan tanpa perselisihan di antara mereka sendiri sampai dia datang kembali.

Sekarang mereka memiliki sebuah istana yang merupakan pusat negara dan takhta yang mengakomodir keenam raja di satu tempat, dan mereka memerintah dengan penuh keselarasan dan keharmonisan. Mereka juga memiliki enam wazir, dan ketika semua raja duduk di atas takhta mereka, keenam wazir itu duduk berseberangan di bangku lain.

Dengan demikian semua urusan ditangani melalui konsultasi bersama. Pada waktu aku di sana, mereka memiliki tiga puluh ribu budak Zanzibar dan Abissinia yang bekerja di ladang-ladang dan perkebunan.

Mereka tidak memungut pajak dari para petani, dan setiap kali ada yang dilanda kemiskinan atau terlilit utang, mereka mengurus kebutuhannya sampai urusan utangnya selesai. Dan jika seseorang berutang kepada orang lain,  pemberi utang tidak dapat mengklaim lebih dari jumlah utangnya.

Setiap orang asing yang datang ke kota yang memiliki kerajinan yang dapat digunakan untuk mencari nafkah, diberikan uang secukupnya untuk membeli alat-alat untuk kerajinannya dan membangun dirinya sendiri, ketika dia mengembalikan, dia mengembalikan sebanyak yang telah dia terima.

Jika properti atau alat siapa pun rusak dan pemiliknya tidak dapat melakukan perbaikan yang diperlukan, mereka menunjuk budak mereka sendiri untuk melakukan perbaikan dan tidak membebankan biaya kepada pemilik.

Para penguasa memiliki beberapa pusat penggilingan di Lahsa, di mana para penduduk dapat menggiling hasil tani mereka untuk menjadi tepung dengan gratis, dan pemeliharaan bangunan dan upah tukang giling dibiayai oleh para penguasa. Para penguasa hanya dipanggil dengan sebutan “tuan”, dan para wazir dengan “penasihat”. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Satu parasang setara dengan 3,5 mil. (Michael Wolfe)

[2] “The Safar-nama of Nasir Khusraw”, dari laman http://nasirkhusraw.iis.ac.uk/content/lahsa, diakses 5 November 2019. (PH)

[3] Keturunan Nabi Muhammad SAW. (PH)

1 Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*