Mozaik Peradaban Islam

Penaklukan Persia (24): Kontroversi Saif bin Umar (4): Glorifikasi Bangsa Arab

in Sejarah

Last updated on October 10th, 2020 02:08 pm

Untuk lebih mengagungkan bangsa Arab, Saif seringkali menggambarkan musuh dalam perang sebagai orang-orang yang berasal dari garis keturunan agung bangsawan Persia.

Foto ilustrasi: Alchetron

Dalam artikel kali ini kita masih melanjutkan biografi Saif bin Umar oleh Khalid Yahya Blankinship. Mengenai siapa Khalid Yahya Blankinship dan mengapa dia merasa perlu untuk menjelaskan sosok Saif, pembaca dapat merujuk kepada artikel-artikel sebelumnya. Selamat menyimak:

Hal yang sama juga diduga terjadi kepada beberapa orang yang ikut dalam peristiwa Perang Unta dan Siffin pada tahun 36-37 H (656-58 M). Beberapa dari mereka dikatakan sebagai sahabat Nabi; yang lain tidak, tetapi Saif meriwayatkan bahwa mereka memiliki peran militer dalam penaklukan yang tidak ada riwayatnya di tempat lain.

Dia membuat riwayat ini terutama untuk mereka yang berperang melawan Ali, yang menegaskan kecenderungan anti Alawi dan pendukung Umayyah. Dia tidak pernah menyerang sahabat pendukung Alawi secara langsung, namun, karena perhatian utamanya, seperti halnya dengan orang-orang Sunni kemudian, adalah pembenaran dari semua sahabat, atau, jika itu terbukti tidak mungkin, setidaknya sebanyak mungkin (ditampilkan bahwa seluruh sahabat adalah sosok sempurna yang mulia).

Sebagaimana kelompok Alawi telah memberikan pembenaran bagi para pendukung Ali, Saif mungkin merasa bahwa pendukung Bani Umayyah dan Zubair yang paling membutuhkan pembelaan karena reputasi mereka (yang terpuruk di masa Abbasiyah berkuasa-pen).

Selain membesar-besarkan peran sahabat tertentu pada awal penaklukan (Persia), Saif juga menghiasi karyanya dengan eksploitasi sahabat imajiner lainnya dan dengan pahlawan yang dia ciptakan, terutama untuk mewakili kelompok kabilahnya sendiri.

Fabrikasi yang paling kentara adalah al-Qaqa bin Amr, seorang pahlawan dan yang digambarkan sebagai sahabat Nabi, yang, tidak mengherankan, dikatakan sebagai anggota sub-kabilah Saif sendiri, Usayyid.

Sosoknya yang digambarkan sebagai Usayyidi menunjukkan bahwa pemalsuannya adalah diciptakan  Saif sendiri dan bukan dari sumber yang disebutkan Saif, karena tidak satupun dari sumber terakhir tersebut yang diidentifikasi sebagai Usayyidi.

Selain itu, banyak orang lainnya yang digambarkan berasal dari kelompok Bani Tamim yang tampaknya dibuat-buat, beberapa di antaranya memiliki nama stereotip (julukan) yang diciptakan hampir seperti bermain-main, seperti “Pembungkus bin Rok (pakaian wanita)”, “Daun Musim Semi bin Hujan bin Salju”, dan “Laut bin (sungai) Eufrat”.

Pembaca akan menemukan lusinan orang yang hanya disebutkan dalam riwayat Saif yang tercatat dalam jilid ini (yaitu Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Jilid 11 karya al-Tabari tentang penaklukan Irak dan Suriah-pen).

Tidak semua tokoh yang diciptakan digambarkan sebagai Muslim Arab, namun, untuk lebih mengagungkan eksploitasi penakluk Arab, Saif mengaitkan banyak lawan yang mereka taklukkan sebagai orang-orang yang berasal dari garis keturunan agung.

Dengan demikian, pembaca akan menemukan bahwa kebanyakan orang Persia keturunan keluarga kerajaan Sasaniyah yang disebutkan Saif silsilahnya tidak terbukti. Misalnya Shahrbaraz, seorang jenderal pada masa Kisra II yang memberontak tidak lama sebelum penaklukan Arab ke Persia, oleh Saif dikatakan sebagai anggota keluarga kerajaan Sasaniyah.

Keturunan keluarga yang sudah punah pun muncul, seperti Ghassanid dari Busra; Lakhmid dari al-Hirah, yang telah menghilang lebih dari tiga puluh tahun sebelumnya; dan bahkan keluarga Bahram Chubin, pemberontak Persia yang telah dikalahkan secara telak oleh Sasaniyah hampir 45 tahun sebelum penaklukan bangsa Arab!

Selain memalsukan banyak tokoh yang muncul dalam riwayatnya, tampaknya Saif juga memalsukan nama dari banyak, mungkin sebagian besar, otoritas yang disebutkan olehnya. Faktanya, Muslim abad pertengahan telah menyadari bahwa sebagian besar otoritasnya adalah majhulun, atau tidak diketahui, kualitas riwayat yang tidak dapat diverifikasi karena tidak ada informasi tentang mereka.

Mengingat begitu banyaknya corpus literatur biografi Muslim pada abad pertengahan, maka sangat aneh jika tidak ada informasi yang dapat ditemukan dari sebagian besar sumber langsung Saif, terutama karena tampaknya mereka berasal dari Kufah, pusat utama pencatatan tradisi Islam.

Dalam kasus periwayat lainnya yang semasa dengan Saif, kadang-kadang muncul otoritas yang tidak diketahui, tetapi, dalam kasus Saif, mayoritas tampaknya tidak diketahui. Mengingat ciri-ciri umum yang ditemukan dalam banyak riwayat Saif yang dengan yakin dapat kita kaitkan kepada Saif sendiri, tampaknya banyak dari “otoritas” yang disebutkannya hanyalah ciptaannya sendiri.

Seringkali tampaknya “otoritas” ciptaan ini berfungsi sebagai penghubung antara Saif dengan para periwayat nyata (orang yang terbukti benar-benar ada-pen) sebelumnya yang otoritasnya ingin digunakan Saif untuk mendukung rekaannya sendiri.

Seandainya Saif sendiri menyebutkan telah meriwayatkan dari, katakanlah, al-Shabi yang terkenal, penipuannya itu akan segera ditemukan, karena Saif mungkin adalah seorang selebriti terkenal dan kontroversial pada masanya.

Juga seandainya dia mengaku telah meriwayatkan dari salah satu murid al-Shabi yang terkenal, dia juga akan tertolak jika dia telah menyimpang dari riwayat murid itu. Tapi, ketika dia menyebutkan murid al-Shabi yang tidak dikenal sebagai perantara, tidak ada yang bisa mengajukan bukti pasti terhadap pemalsuannya hanya berdasarkan rantai riwayat, terutama ketika generasi yang semasa dengan Saif telah meninggal.

Selain memalsukan perawi perantara, tampaknya Saif kadang-kadang memperpanjang rantai perawi mundur ke generasi tambahan dengan menambahkan ayah tanpa nama dari perawi paling awal ke dalam rantai riwayat.

Orang-orang ini sering kali tidak dikenal di dalam sumber lain mana pun, meskipun nama sumber otoritas Saif diketahui, yang mana menunjukkan bahwa Saif secara serampangan menambahkan orang tua dari otoritas hanya demi memperkuat riwayatnya.[1] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Seri artikel ini sepenuhnya dikutip dari Khalid Yahya Blankinship dalam pengantar penerjemah Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 11, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Khalid Yahya Blankinship (State University of New York Press: New York, 1993), hlm xxi-xxiv.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*