Mozaik Peradaban Islam

Pengantar Teosofi Islam (16): Cahaya di Atas Cahaya (3): Cahaya Ilahi (1)

in Studi Islam

Last updated on June 8th, 2020 02:58 pm

Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan Cahaya Allah adalah seperti misykat, yang di dalamnya ada pelita.

Cahaya Matahari yang berwarna pink menyinari Bumi. Foto: NASA

Dalam surah an-Nur ayat 35, Allah berfirman:

Allah adalah Cahaya langit dan bumi. Perumpamaan Cahaya Allah adalah seperti misykat, yang di dalamnya ada pelita. Pelita itu berada dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang berkilau) seperti mutiara, yang dinyalakan dari minyak yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tidak tumbuh di sebelah timur dan tidak pula tumbuh di sebelah barat. Minyaknya hampir-hampir menyala, walaupun tidak tersentuh api. Cahaya di atas (tingkat-tingkat) cahaya. Allah membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang dikehendakinya, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS an-Nur [24]: 35).

Ayat ini telah menjadi sumber inspirasi pelbagai perenungan di kalangan pemikir Islam, mulai dari para kosmolog, para teolog, para filosof sampai para sufi dan para ahli hikmah. Ada banyak buku yang ditulis khusus untuk menafsirkan ayat ini.

Banyak buku filsafat dan tasawuf mendiskusikan dan menyajikan tafsiran-tafsiran menarik tentang ayat tersebut. Oleh karena itu, dengan kadar yang sesuai untuk ukuran kajian ini, saya akan mencoba menggali makna-makna yang terkandung dalam ayat di atas.

Dalam ayat ini, Allah mengumpamakan Wujud-Nya laksana nûr (cahaya). Cahaya yang mula-mula terlintas dalam pikiran manusia tentunya adalah cahaya material. Tanpa cahaya material, kita tidak akan bisa melihat¾lantaran mata kita membutuhkan cahaya untuk melihat. Tanaman memerlukan cahaya matahari untuk tumbuh dan menjadi makanan yang kita makan atau yang dimakan oleh binatang yang kemudian kita makan.

Hakikat cahaya material hingga saat ini masih belum sepenuhnya terungkap. Dahulu pernah orang beranggapan bahwa cahaya adalah sesuatu yang melintas dari mata seseorang kepada objek lalu balik kembali.

Sejak 1600-an, para ilmuwan telah mengungkapkan sejumlah temuan berkenaan dengan cahaya. Mereka mengetahui bahwa cahaya merupakan sebentuk tenaga yang bisa bergerak bebas dalam ruang dan disebut dengan radiant energy.

Pada 1800-an, para ilmuwan menganggap cahaya sebagai gelombang yang bergerak mirip seperti gelombang air. Gagasan ini berkembang luas untuk menjelaskan pola cahaya menciptakan deretan garis-garis terang dan gelap. 

Gelombang air bergerak melintasi permukaan air sedangkan air itu sendiri hanya bergerak naik-turun. Bagi para ilmuwan pertengahan 1800-an, cahaya lebih susah dimengerti ketimbang gelombang-gelombang air karena ia mampu bergerak melewati angkasa dari matahari dan pelbagai bintang menuju ke bumi.

Mereka kemudian mengasumsikan bahwa cahaya juga mesti bergerak melalui suatu perantara material, sebagaimana juga gelombang air bergerak melalui air. Sejak akhir 1800-an, para ilmuwan menyimpulkan bahwa gelombang-gelombang cahaya terdiri atas kisaran gaya yang dikenal dengan medan-medan elektrik dan magnetik yang terdiri atas gelombang-gelombang elektromagnetik.

Pada umumnya, istilah cahaya mengacu pada gelombang-gelombang elektromagnetik yang dapat kita lihat. Agar cahaya dapat kita lihat, ia mesti memiliki panjang gelombang yang terjangkau oleh rentangan spektrum yang dapat dilihat.

Cahaya lembayung memiliki panjang gelombang paling pendek, sedangkan cahaya merah merupakan yang terpanjang. Di antara keduanya berjajar gradasi cahaya, dengan panjang gelombang yang berbeda-beda.

Dilihat secara bersamaan pada satu waktu, warna-warna itu akan tampil sebagai cahaya putih. Matahari berwarna putih karena ia mengandung semua warna, tapi manakala ia melewati prisma (zat padat dengan bentuk tertentu), pelbagai corak warna akan terurai dan terlihat oleh mata.

Dan spektrum yang dapat dilihat hanya merupakan bagian kecil dari keseluruhan cahaya. Cahaya yang memiliki panjang gelombang yang terlalu pendek untuk dapat dilihat disebut dengan sinar ultraviolet, sinar X dan sinar gamma. 

Demikianlah, cahaya pada dasarnya adalah sumber tenaga yang mengalir secara bebas, dan memberi tenaga sesuai dengan daya-tampung tiap-tiap benda. Bila mata tak sanggup menatap pancaran cahaya secara langsung dan membutuhkan pada prisma untuk dapat melihatnya, maka itu adalah karena kelemahan mata dan bukan kelemahan cahaya.

Bila tubuh kita tak mampu menyerap tenaga matahari kecuali dari jarak kira-kira 93,000,000 mil atau 150,000,000 kilometer, maka itu adalah karena kelemahan tubuh untuk menyerap temperatur 15,000,000 °C dan bukan karena kelemahan matahari. Dan begitulah seterusnya.

Metafora nûr yang dimaksud dalam ayat di atas jelas bukanlah cahaya material yang terungkap dalam sains, lantaran cahaya material juga merupakan salah satu ciptaan Allah. Allah berfirman: “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan gelap dan terang, kemudian orang-orang kafir mempersekutukan sesuatu dengan Tuhan mereka.” (QS 6: 1).

Selain itu, Allah juga bersifat tidak terbatas dan tidak tercerap oleh penglihatan: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia melihat semua penglihatan, dan Dialah Mahahalus lagi Maha Mengetahui.” (QS 6: 103).

Pemaparan saintifik berguna sebatas untuk memberikan gambaran kasar mengenai Cahaya Ilahi dalam sifat-sifat dasar cahaya material, yaitu: (1) terang; (2) memberikan penerangan pada objek-objek selainnya; (3) bertenaga; (4) memberikan tenaga pada objek-objek selainnya; (5) bertingkat-tingkat; (6) menampakkan corak-corak warna; dan (7) menerawang dengan bebas melintasi ruang.

Jadi, sesuatu yang mempunyai sifat terang dan menerangi dapat diserupakan dengan cahaya. (MK)

Grafik: Gana Islamika

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*