Mozaik Peradaban Islam

Perjalanan Rosie Gabrielle Memeluk Islam (21): Leopold Weiss (1)

in Mualaf

Last updated on July 30th, 2020 02:26 pm

Leopold adalah seorang intelektual Yahudi, dan juga jurnalis yang sukses, namun jiwanya hampa. Hingga dia membaca ayat Alquran, “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur….”

Foto: alchetron

Pada seri sebelumnya Rosie sempat mengungkapkan, bahwa seorang mualaf hendaknya melakukan penelitian sendiri tentang Islam dan membaca langsung Alquran terjemahan bahasa Inggris yang baik. Selain itu dia juga menganjurkan untuk jangan mendengarkan ceramah yang radikal.

Dari pernyataannya, itu menandakan bahwa dia adalah seseorang yang masuk Islam melalui proses perenungan dan berpikir terlebih dahulu.

Adapun untuk “Alquran terjemahan bahasa Inggris yang baik”, Rosie menganjurkan untuk membaca The Message of The Qur’an, terjemahan dan tafsir Alquran karya Muhammad Asad. Siapakah Muhammad Asad? Apa yang istimewa dari karya ini?

Asad sendiri ternyata seorang mualaf, tadinya dia beragama Yahudi dan memiliki nama asli Leopold Weiss. Dia dilahirkan tahun 1900 di kota Lviv di lingkungan keluarga Yahudi. Lviv kini menjadi salah satu kota di Ukraina, namun dulunya ia adalah bagian dari Austria yang sebagian besar penduduknya adalah orang-orang Polandia.

Ayah Asad, Akiva, adalah seorang pengacara dan putra seorang rabi, sementara ibunya, Malka, adalah putri seorang bankir kaya. Leopold memiliki dua saudara: satu perempuan dan satu laki-laki. Keluarga kaya ini tinggal di sebuah rumah di Lviv dan pada musim panas mereka tinggal di perkebunan pedesaan milik kakek dari pihak ibu.

Sebelum Perang Dunia I, keluarga ini kemudian pindah ke Wina, di mana Asad akhirnya belajar sejarah seni dan filsafat di universitas setempat dan mendalami ilmu psikoanalisis. Pada 1920, dia memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya dan pergi ke Berlin untuk mengejar mimpinya untuk menjadi seorang jurnalis.

Pada tahun 1922 pamannya, Dorian Feigenbaum, salah satu murid awal Sigmund Freud, pencipta teori  psikoanalisis yang termashyur, mengundang Leopold ke Yerusalem. Dorian adalah kepala rumah sakit jiwa di Yerusalem.

Leopold menerima tawaran itu dan, melalui Mesir, dia tiba di Kota Suci itu. Dia tinggal di rumah pamannya dan akhirnya menjadi koresponden Timur Tengah untuk surat kabar Jerman dan Eropa yang bergengsi, Frankfurter Zeitung, padahal waktu itu dia masih sangat muda, 22 tahun.

Saat itulah dia mengembangkan daya tariknya ke wilayah tersebut dan penduduk Arabnya, daya tarik yang akan melekat padanya selama bertahun-tahun yang akan datang.[1]

Sebagai seorang jurnalis, dia melakukan perjalanan ke banyak tempat, bergaul dengan rakyat jelata, mengadakan diskusi dengan para intelektual Muslim, dan bertemu dengan para kepala negara di Palestina, Mesir, Transyordan, Suriah, Irak, Iran, dan Afghanistan.

Selama perjalanannya ini dan melalui bacaan-bacaannya, minat Weiss pada Islam tumbuh seiring dengan pemahamannya tentang kitab suci, sejarah, dan orang-orang ini semakin bertambah.

Sebagian, motivasinya didorong oleh rasa ingin tahu, namun pada sisi lain, secara spiritual dia merasa hampa. Sebagaimana tren anak muda Eropa pada waktu itu, Leopold adalah seorang agnostik dan menolak pemahaman bahwa Tuhan berbicara kepada manusia dan membimbing mereka melalui wahyu.

Beberapa tahun kemudian, yaitu tahun 1926, Leopold kembali ke Berlin dari Timur Tengah. Leopold melihat, ketimbang beberapa tahun sebelumnya orang-orang di kota itu kini menjadi lebih sejahtera, pakaian mereka bagus-bagus, dan makanan mereka enak-enak.

Namun ada satu yang mengganggu pikirannya, dengan segala kesejahteraan orang-orang Berlin, menurut Leopold wajah mereka sama sekali tidak menunjukkan kebahagiaan, dan menyimpan penderitaan yang mendalam. Sebuah kekeringan spiritual.

Impresi wajah orang-orang ini begitu melekat kuat di pikiran Leopold. Hingga dia tiba di rumahnya, dia melihat salinan Alquran yang halamannya terbuka. Sebagai jurnalis dia memang membaca Alquran itu untuk dia pelajari.

Tanpa ada maksud apa-apa, dia hendak menutup Alquran itu dan memindahkannya ke tempat lain. Namun sebelum tertutup, pandangannya jatuh ke sebuah surat, dan dia membacanya:

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin. Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS  at-Takasur [102]: 1-8)

Surat ini begitu menggetarkan jiwa Leopold, sejalan dengan kehampaan yang dia alami dan juga orang-orang kaya di Berlin yang dia lihat. Dia berteriak kepada pacarnya, Elsa, “Bacalah ini. Apakah ini bukan jawaban untuk apa yang kita lihat (orang-orang kaya Berlin)?”

Pada saat itulah Leopold memutuskan untuk menjadi seorang Muslim. Dia masuk Islam di Berlin di hadapan kepala komunitas Muslim kecil di kota itu dan mengambil nama Muhammad, untuk menghormati Nabi, dan Asad – yang berarti “singa” – sebagai pengingat namanya (Leo).

Dia juga mengambil langkah-langkah tegas lainnya: Asad memutuskan hubungan dengan ayahnya, karena dia tidak rela anaknya masuk Islam; menikahi Elsa, yang juga ikut masuk Islam; meninggalkan pekerjaannya sebagai jurnalis; dan pergi naik haji ke Makkah bersama Elsa.

Sembilan hari setelah tiba di Makkah, kehidupan Asad berubah dengan drastis lagi. Elsa meninggal mendadak, dan dia dimakamkan di pemakaman peziarah haji yang sederhana. Asad memutuskan untuk tinggal di dua kota suci, Makkah dan Madinah, selama enam tahun untuk belajar bahasa Arab, Alquran, dan hadis. Petualangan Asad baru saja dimulai.[2] (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan kaki:


[1] Marek Kępa, “Muhammad Asad: The Polish Jewish Muslim Intellectual”, dari laman https://culture.pl/en/article/muhammad-asad-the-polish-jewish-muslim-intellectual, diakses 28 Juli 2020.

[2] Ismail Ibrahim Nawwab, “Berlin to Makkah: Muhammad Asad’s Journey into Islam”, dari laman https://archive.aramcoworld.com/issue/200201/berlin.to.makkah-muhammad.asad.s.journey.into.islam.htm, diakses 28 Juli 2020.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*