Mozaik Peradaban Islam

Kisah Abu Bakar Ash-Shiddiq (13): Laki-Laki Pertama yang Masuk Islam (3)

in Tokoh

Last updated on May 13th, 2020 01:58 pm

Ali berkata, “Aku adalah orang yang paling benar (al-Shiddiq al-Akbar)…. Aku telah melakukan salat dengan Rasulullah tujuh tahun sebelum orang lain.”

Lukisan karya Republic Of Canvas. Sumber: in stock

Pada artikel seri sebelumnya kita telah memaparkan riwayat-riwayat tentang Abu Bakar sebagai laki-laki pertama yang memeluk Islam. Pada seri kali ini, masih dituturkan oleh al-Tabari, kami akan memaparkan riwayat-riwayat yang menyatakan bahwa laki-laki pertama yang memeluk Islam adalah Ali bin Abi Thalib.

Ibnu Abbas berkata, “Yang pertama melakukan salat (setelah Nabi) adalah Ali.”[1]

Jabir berkata, “Nabi diangkat sebagai nabi pada hari Senin, dan Ali melakukan salat pada hari Selasa.”[2]

Zaid bin Arqam berkata, “Yang pertama masuk Islam bersama Rasulullah adalah Ali bin Abi Thalib. Aku mengatakan hal ini kepada al-Nakha’i, dan dia menyangkalnya, dengan mengatakan, ‘Abu Bakar adalah yang pertama masuk Islam.’.”[3]

Abbad bin Abdallah berkata:

Aku mendengar Ali berkata, “Aku adalah hamba Allah dan saudara dari rasul-Nya, dan aku adalah orang yang paling benar (al-Shiddiq al-Akbar). Tidak ada orang lain selain aku yang bisa mengatakan ini selain pembohong dan pembuat kepalsuan. Aku telah melakukan salat dengan Rasulullah tujuh tahun sebelum orang lain.”[4]

Afif al-Kindi, seorang warga Yaman, sahabat dari Abbas bin Abdul Muthalib, paman Nabi, menyampaikan sebuah riwayat:

Pada masa jahiliyah aku datang ke Makkah dan tinggal bersama al-Abbas bin Abdul Muthalib. Ketika matahari terbit dan naik ke langit, saat aku melihat Kabah, seorang pria muda muncul dan menatap ke langit.

Kemudian dia menghadap Kabah dan berdiri di depannya. Segera setelah itu seorang bocah datang dan berdiri di sebelah kanannya, dan segera setelah itu seorang wanita datang dan berdiri di belakang mereka.

Pria muda itu membungkuk, dan bocah dan wanita itu membungkuk; kemudian pria muda itu berdiri tegak, diikuti oleh bocah dan wanita itu, dan kemudian pria muda itu bersujud, dan mereka mengikutinya.

Aku berkata, “Abbas, ini adalah masalah yang berat.”

“Benar-benar masalah yang berat,” katanya, “apakah engkau tahu siapa dia?”

“Tidak”, kataku.

“Dia adalah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib, putra saudaraku,” katanya. “Apakah engkau tahu siapa yang bersamanya?”

“Tidak,” kataku.

“Dia adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib, putra saudaraku,” katanya. “Apakah engkau tahu siapa wanita yang ada di belakang mereka?”

“Tidak,” kataku.

“Dia adalah Khadijah binti Khuwailid, istri keponakanku,” katanya.

“Keponakanku telah memberitahuku bahwa Tuhannya, Tuhan di Surga, telah memerintahkan mereka untuk melakukan apa yang engkau lihat sedang mereka lakukan. Demi Allah, aku tidak mengenal siapa pun di muka bumi ini selain tiga orang ini yang mengikuti agama ini.”[5]

Diriwayatkan oleh Ismail bin Iyas bin Afif dari ayahnya dari kakeknya (yaitu Afif al-Kindi):

Aku adalah seorang pedagang, dan aku datang pada musim haji dan tinggal bersama al-Abbas. Sementara kami bersamanya, seorang pria keluar untuk salat dan berdiri menghadap Kabah. Kemudian seorang wanita keluar dan berdiri salat bersamanya, diikuti oleh seorang pemuda yang berdiri salat bersama dia.

Aku berkata, “Abbas, agama apa ini? Aku tidak tahu agama apa ini.”

Dia menjawab, “Dia adalah Muhammad bin Abdullah, yang mengaku bahwa Allah telah mengirimnya sebagai utusan-Nya dengan ini (agama), dan bahwa harta Kisra dan Kaisar akan diberikan kepadanya dengan penaklukan. Wanita itu adalah istrinya, Khadijah binti Khuwailid, yang telah beriman kepadanya, dan pemuda itu adalah sepupunya, Ali bin Abi Thalib, yang telah beriman kepadanya.”

Afif berkata, “Jika saja aku beriman kepadanya hari itu, maka aku akan menjadi orang yang ketiga.”[6]

Dalam riwayat versi lainnya, sebagaimana dituturkan oleh Ibnu Ishaq, Afif al-Kindi berkata:

Al-Abbas bin Abdul Muthalib adalah sahabatku. Dia biasa pergi ke Yaman untuk membeli parfum dan menjualnya pada musim haji. Sementara aku tinggal dengan al-Abbas bin Abdul Muthalib di Mina, di sana datang kepadanya seorang pria yang sedang dalam puncak (kehidupan/dalam kondisi prima-pen) yang melakukan wudhu dengan seksama dan kemudian berdiri salat.

Kemudian seorang wanita keluar, melakukan wudhu, dan berdiri salat. Kemudian seorang pemuda yang baru saja mencapai usia puber keluar, melakukan wudhu, dan berdiri di sampingnya, salat.

Aku berkata, “Apakah gerangan ini, Abbas?”

Dia menjawab, “Itu adalah putra saudaraku Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib, yang mengaku bahwa Allah telah mengirimnya sebagai seorang utusan; yang itu adalah putra saudaraku, Ali bin Abi Thalib yang telah mengikutinya dalam agamanya; dan itu adalah istri Muhammad, Khadijah binti Khuwailid yang telah mengikutinya dalam agamanya.”

Setelah Afif menjadi seorang Muslim dan Islam telah berakar kuat di dalam hatinya, dia biasa berkata, “Seandainya aku (beriman pada hari itu, maka aku) akan menjadi orang keempat.”[7]

Sejarawan Ibnu Ishaq menyimpulkan, “Laki-laki pertama yang beriman kepada Rasulullah, salat bersamanya, dan menerima kebenaran pesan yang dibawanya dari Allah adalah Ali bin Abi Thalib, yang pada waktu itu berusia sepuluh tahun.

“Salah satu karunia yang diberikan Allah kepada Ali bin Abi Thalib adalah bahwa Rasulullah adalah pelindungnya sebelum masa Islam.”[8]

Dalam riwayat lainnya Ibnu Ishaq berkata:

Mereka menduga dengan kuat bahwa dia (Abi Thalib bin Abdul Muthalib) berkata kepada Ali bin Abi Thalib, “Anakku, agama apa yang kulihat ini yang sedang engkau praktikkan?”

Dia menjawab, “Ayah, aku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Aku menerima kebenaran dari pesan yang telah dibawanya, dan aku salat kepada Allah bersamanya.”

Mereka juga menduga dengan kuat bahwa Abu Thalib berkata, “Dia mengajakmu tiada lain untuk hal yang baik, jadi patuhilah dia.”[9]

Sejarawan al-Waqidi menyimpulkan, “Rekan-rekan ulama kami sepakat bahwa Ali masuk Islam setahun setelah Rasulullah memulai misi kenabiannya, dan bahwa dia tetap di Makkah selama dua belas tahun.”[10]

Mengenai riwayat yang menyatakan bahwa Zaid bin Haritsah adalah laki-laki pertama yang masuk Islam, tidak banyak yang menyatakannya, salah satunya adalah dari Ibnu Abi Dhib:

Aku bertanya kepada al-Zuhri siapa orang pertama yang masuk Islam. Dia menjawab, “Wanita pertama adalah Khadijah dan pria pertama adalah Zaid bin Haritsah.”[11]

Mengenai kesimpulan siapakah sebenarnya laki-laki pertama yang masuk Islam, penulis tidak akan menyimpulkannya. Para pembaca tentunya bisa juga mengikuti kesimpulan-kesimpulan para ulama terdahulu, sebagaimana yang telah disampaikan.

Al-Tabari dalam hal ini sama sekali tidak menyimpulkan, dia hanya memaparkan riwayat-riwayat terkait. Sementara itu Ibnu Ishaq dan al-Waqidi menyimpulkan bahwa laki-laki pertama yang masuk Islam adalah Ali.

Atau pembaca juga dapat mengambil jalan tengah seperti as-Suyuti yang mengutip Imam Imam Abu Hanifah, yang menyatakan bahwa Abu Bakar adalah laki-laki dewasa pertama yang masuk Islam, Ali adalah anak-anak pertama yang masuk Islam, dan Khadijah adalah wanita pertama yang masuk Islam. (PH)

Bersambung ke:

Sebelumnya:

Catatan Kaki:


[1] Al-Tabari, Tarikh al-Rusul wa al-Muluk: Volume 6, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh W. Montgomery Watt dan M. V. McDonald (State University of New York Press: New York, 1988), hlm 80.

[2] Ibid.

[3] Ibid., hlm 80-81.

[4] Ibid., hlm 81.

[5] Ibid., hlm 81-82.

[6] Ibid., hlm 82. Ibnu Hajar dalam al-Ishabah danIbnu Abd al-Bir dalam al-Isti’ab juga mengutip riwayat ini.

[7] Ibid., hlm 82-83.

[8] Ibid., hlm 83.

[9] Ibid., hlm 84.

[10] Ibid.

[11] Ibid., hlm 86.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

*