Maka ketika pada akhirnya Nabi Muhammad Saw diutus sebagai Rasul pamungkas, yang beliau hadapi adalah satu elit global yang menguasai Makkah, sebuah pasar dunia. Tepat di kota dan masyarakat yang penuh kepentingan itulah Nabi hadir dan diperintah menyerukan tauhid.
Kaum Quraisy dan Kota Makkah adalah dua identitas yang tak terpisahkan. Keduanya saling menopang membentuk kesatuan kultural yang unik. Kaum Quraisy berhasil menjadikan Makkah sebagai salah satu mercusuar wisata keagamaan di zamannya, sekaligus pusat perdagangan yang bergairah. Posisi geografis Makkah memberi peluang besar bagi Quraisy untuk meraih kesuksesan ini.[1]
Selama ribuan tahun, Makkah dikelilingi oleh sejumlah peradaban besar dunia. Di sebelah timur ada kekaisaran Persia; di barat ada imperium Romawi; dan di selatan terdapat Mesir, Yaman dan kerajaan-kerajaan di Afrika yang bersambung dengan jazirah Arab melalui jalur Yaman. Secara rutin, setiap tahun, orang-orang dari berbagai ibukota dunia berdatangan ke Makkah, menunaikan berbagai ritus dan kepentingan.
Di Makkah, kaum Quraisy bertindak sebagai tuan rumah, dan bertugas melayani para tamu yang berkunjung. Dari para penziarah yang datang, mereka bisa mendengar informasi yang berkembang di berbagai belahan dunia langsung dari sumbernya. Mereka terbiasa berkenalan dengan budaya, teknologi terbaru, karya-karya unggulan, dan segala jenis ilmu yang berkembang di berbagai belahan dunia lain. Mungkin kebiasaan ini membuat mereka memiliki kemampuan beradaptasi dan menyerap pengaruh dari banyak kebudayaan. Dari kebiasaan ini pula mereka tumbuh menjadi kelompok masyarakat yang maju dan berbudaya.[2]
Selain sebagai pusat wisata, Makkah juga dikelilingi oleh jalur-jalur penting lalu lintas dunia. Hanya sejarak dua hari berjalan kaki (60 Km), mereka sudah bisa mencapai tepian Laut Merah. Jalur yang menjadi urat nadi perdagangan yang menghubungkan kawasan perdagangan di Samudera Hindia ke Eropa dan Afrika. Di sebelah utara, terdapat Syam (Suriah sekarang), yang merupakan ujung lain dari titian Jalur Sutra. Ujung lainnya adalah China, sebuah peradaban besar di tepian Samudera Pasifik. Di sisi lain, Syam terletak di tepi Laut Mediterania, pusat peradaban bangsa-bangsa Afrika Utara dan Eropa. Tak ayal, Syam menjadi sebuah pusat perdagangan dunia dan melting pot yang ideal. Di sinilah semua barang dari kawasan Eropa, Afrika utara dan Asia dikumpulkan dan dialirkan kembali. Bila sudah lewat musim Haji, ke tempat inilah Kaum Quraisy secara rutin melakukan perjalanan dagang tiap tahun.[3]
Selain ke Syam, Kaum Quraisy juga secara rutin melakukan perjalanan dagang ke Yaman. Di tempat itu, ada Teluk Aden dan beberapa pelabuhan lain yang langsung bersentuhan dengan rezim perdagangan purba, yaitu Samudera Hindia. Layaknya Syam, di Yaman barang-barang dari Afrika, Persia, India hingga Nusantara dan China berkumpul. Di tengah konstelasi perdagangan global tersebut, Kaum Quraisy berperan sebagai jangkar wilayah Samudera Hindia dan Jalur Sutra.
Demikianlah, lambat laun, seiring perkembangan zaman, Kaum Quraisy dan Kota Makkah secara tak terbantahkan berhasil memanjat tangga sosial, politik dan ekonomi dalam pergaulan dunia. Makkah tidak hanya menjadi destinasi wisaya ruhani, tapi juga mejadi pasar dan pusat perdagangan dunia. Sedang Kaum Quraisy menjadi aktor penting dalam perdagangan global dengan insting dagang yang tajam.[4]
Selama ribuan tahun lamanya, mereka hanya pernah ditaklukkan oleh Nabuchadnezar dari Babilonia. Tapi mereka tidak pernah mengalami penjajahan ataupun revolusi. Mereka tidak mengalami fase kekacauan serius yang menghentikan perkembangan budayanya. Kebudayaan mereka tumbuh secara berkesinambungan dari satu generasi ke generasi lain tanpa terputus. Tingkat kemajuan peradaban Kaum Quraisy dengan mudah bisa diukur dari luasnya perbandaharaan kosa kata dalam Arab yang mereka gunakan. Demikian juga dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Mereka memahami ilmu perbintangan, geografi, geologi, meteorologi, dan ilmu alam lainnya. Lebih dari itu, mereka juga mampu memahami sifat hewan, tumbuhan, dan juga manusia. [5]
Dengan segenap infrastruktur kebudayaan yang matang tersebut, Quraisy mampu menyulap tempat paling suci di muka bumi itu menjadi pusat paganisme terbesar di masanya. Mereka mendirikan lebih dari 360 berhala yang melambangkan 360 suku Arab yang tinggal di Jazirah Arab. Dengan cara ini, Quraisy berhasil menjadikan suku-suku Arab yang mayoritasnya hidup nomaden itu sebagai daerah penyangga yang kokoh.[6]
Karena itu, tak ada agama samawi yang mampu menembus sistem ini. Bahkan agama besar lainnya Yahudi, Nasrani, Magi, Zoroaster dan kepercayaan pagan lainnya justru berlutut mengikuti sistem kepercayaan Jahiliyah. Mengikuti insting dagang itu pula lantas Quraisy mengubah Kabah yang semula merupakan pusat ibadah Bapak Monoteisme Ibrahim menjadi pusat penyebahan berhala yang demikian marak.[7]
Pengaruh Quraisy memang demikian besar, hingga perilaku mereka ditiru oleh kabilah-kalibah lain di seantero jazirah Arab. Berhala-berhala sembahan Kaum Quraisy bertebaran mulai dari Syam hingga Yaman, dari Laut Merah hingga Irak.[8] Hingga pada masa sebelum turunnya Nabi terakhir, aroma Jahiliyah sudah bisa tercium dari jarah ribuan kilometer dari Kota Makkah.[9]
Abrahah, dengan segenap dukungan dari Bizantium dan Abyssinia, tak mampu mengalahkan pengaruh mereka. Sudahlah dia bersusah payah membangun gereja terbesar di dunia kala itu, lengkap dengan segenap sistem pelayanannya, tapi tak juga dia memampu memalingkan hati manusia dari Makkah. Akibat frustasi Abrahah memutuskan mengerahkan bala tentara gajah yang merupakan armada pasukan paling elit masa itu untuk menghancurkan Kabah.[10]
Kisah tentang agresi Abrahah ke Makkah adalah teater sejarah yang komplit. Motif, proses, dan hasil akhirnya menggambarkan secara gamblang betapa sengitnya dinamika persaingan global yang terjadi di masa itu. Untuk membangun gerejanya, Abrahah bahkan didukung dana dan arsitek terampil dari Bizantium.[11]
Keterlibatan Bizantium yang intens dalam hal ini, menurut catatan sejarah, karena Yaman ketika itu berada di bawah pengaruh Bizantium. Namun bisa diduga bahwa ada motif yang lebih jauh dari itu, yaitu motif persingan dagang dan ekonomi antara Kota Makkah dengan Bizantium. Karena arus perdagangan dari selatan secara otomatis akan terlebih dahulu singgah ke Makkah sebelum sampai ke Bizantium. Dan ini jelas merugikan imperium yang memiliki ambisi sebesar Bizantium.
Maka ketika pada akhirnya Nabi Muhammad Saw diutus sebagai Rasul pamungkas, yang beliau hadapi adalah satu elit global yang menguasai sebuah pasar dunia. Elit yang bukan saja pandai bersyair dan merangkai kata untuk mengekspresikan apapun benda yang mereka lihat, tapi juga elit yang memiliki kepentingan kapitalistik global. Tepat di kota dan masyarakat yang penuh kepentingan itulah Nabi hadir dan diperintah menyerukan tauhid.[12]
Zaman itu disebut oleh Alquran sebagai zaman Jahiliyah bukan karena berisi kebodohan yang dalam bahasa Arab disebut dengan jahl. Jahiliyah adalah kata sifat dari jahl, yang mengindikasikan bahwa orang-orang itu belum tentu bodoh, tapi mereka berpikir, bersikap dan berperilaku layaknya orang-orang bodoh. Barangkali kata yang dapat dibandingkan dengan Jahiliyah ini adalah Sophisme dalam tradisi filsafat Yunani, di mana orang-orang Sophis bukan merujuk pada cerdik pandai sesuai makna harfiahnya tetapi merujuk kepada sekelompok cendikiawan yang menggunakan kepandaian mereka untuk memutar-balik fakta dan membodohkan publik. Wallahu a’lam.
Selesai
Sebelumnya:
Catatan kaki:
[1] Lihat, https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-16-makkah-sebagai-ummul-qura-1/
[2] Lihat, https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-20-tingkat-kebudayaan/
[3] Lihat, https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-3/
[4] Lihat, https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-17-makkah-sebagai-ummul-qura-2/
[5] Lihat, https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-21-ilmu-kuno-bangsa-arab-jahiliyah/
[6] Lihat, https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-6/
[7] Lihat, https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-7/
[8] Lihat, https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-18-kapitalisme-di-makkah/
[9] Lihat, https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-14-era-keemasan/
[10] Lihat, https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-10-abrahah-dan-percaturan-politik-dunia-1/
[11] Lihat, https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-12-abrahah-dan-percaturan-politik-dunia-3/
[12] Lihat, https://ganaislamika.com/kaum-quraisy-20-kiprah-muhammad-sebelum-masa-kenabian/